Sejarah Gunung Batur-Bali





Gunung Batur yang terletak di Kintamani, Kab. Bangli merupakan Gunung tertinggi kedua di Bali setelah Gunung Agung. Memiliki ketinggian 1717 mdpl, Gunung Batur termasuk Gunung Api yg aktif. Terakhir meletus pada tahun 2000. Letusan besar pada 2 Agustus dan 21 September 1926 memusnahkan Pura Ulun Danu Batur dan desa Batur.


Dalam lontar Candi Supralingga Bhuana dikemukakan keadaan Bali Dwipa dan Seleparang masih sunyi senyap, seolah masih mengambang di tenga samudra yang luas.

Pada saat itu di Bali Dwipa baru ada empat buah Gunung, yaitu :

  1. Gunung Lempuyang di Bagian Timur
  2. Gunung Andakasa di Bagian Selatan
  3. Gunung Karu di Bagian Barat
  4. Gunung Beratan (Mangu) di Bagian Utara

Sehingga keadaan Bali Dwipa pada saat itu masih labil dan goyah. Keadaan ini kemudian diketahui oleh Hyang Paspati yang beristana/berParahyangan di Gunung Semeru (Sampai saat ini masyarakat Hindu Bali masih menganggap bahwa Gunung Semeru adalah salah satu Pura Utama). Agar Bali menjadi stabil (Tegteg) Hyang Pasupati kemudian memerintahkan SangHyang Benawang Nala, SangHyang Naga Anantaboga, SangHyang Naga Besukih dan SangHyang Naga Tatsaka memindahkan sebagian puncak Gunung Semeru ke Bali. SangHyang Benawang Nala menjadi dasar puncak Gunung Semeru yang akan dipindahkan ke Bali. SangHyang Naga Anantaboga dan SangHyang Naga Besukih menjadi tali pengikatnya. Sedangkan SangHyang Naga Tatsaka disampig menjadi pengikat puncak Gunung Semeru yang akan dipindahkan ke Bali, juga sekaligus menerbangkan dari Jawa Dwipa Wetan ke Bali. Kemudian setelah tiba di Bali, bagian puncak gunung Semeru yang dibawakan dengan tangan kanan menjadi Gunung Udaya Purwata/Tohlangkir/Gunung Agung.yang dibawa dengan tangan kiri menjadi Gunung Cala Lingga atau kemudian disebut Gunung Batur (Nama lain dari Gunung Batur dulunya adalah Gunung TampurHyang/Gunung Sinarata/Gunung Lekeh/Gunung Lebah/Gunung Ideran/Gunung Sari/Gunung Indrakila/Gunung Kembar/Gunung Catur)


Kedua gunung inilah yang kemudian dikenal sebagai Dwi Lingga Giri,yang menjadi Parahyangan Purusa Peredana (Tempat bersemayamnya paa Dewa penguasa alam raya). Selain memerintah SangHyang Benawang nala, SangHyang Naga Aantaboga, SangHyang Naga Besukih, dan SangHyang Naga Tatsaka; Hyang Pasupati juga menugaskan putra-putranya ke Bali Dwipa, yaitu :

I. Dwi Linga Giri Purusa Predana :

a. Pura Kahyangan Besakih (Purusa)

b. Pura Kahyangan Ulun danu Batur (Segara Danu sebagai Predana)

II. Tri Lingga Giri :

a. Pura Lempuyang Luhur (Brahma)

b. Pura Besakih (Siwa)

c. Pura Ulun Danu Batur (Wisnu)

III. Sapta Lingga Giri

a. Hyang Geni Jaya Ring Gunung Lempuyang, paraHyangNya (Maksud dari paraHyangNya adalah berdiam/bersemayam. Sedangkan Nya adalah kata ganti dari Tuhan/Dewa) di Pura Lempuyang Luhur

b. Hyang Putra Jaya ring Gunung Udaya Parwata/Gunung Tohlangkir/Gunung Agung, paraHyangNya di Pura Besakih

c. Hyang Dewi Danu ring Gunung Cala Lingga/Gunung Batur (Atau Gunung Sinarata/Gunung Tampurhyang/Gunung Lekeh/Gunung Ideran/Gunung Indrakila/Gunung Kembar/Gunung Sari)

d. Hyang Tumuwuh ring Gunung Batukara, paraHyanganNya di Pura Watukaru.

e. Hyang Tugu ring Gunung Andakasa, paraHyangNya di Pura Andakasa

f. Hyang Manuk Gumuwang ring gunung Beratan/Puncak Mangu/Puncak Tinggahan, paraHyangNya di Pura Ulun Danu Beratan/Pura Tinggahan.

g. Hyang Manik Gayang/Galang ring Pejeng, parahyangNya di Pura Manik Corong.


Putra-putra Hyang Pasupati inilah yang kemudian menjadi Amongan, Sungsungan dan Penyiwian, Ratu Muang Kaula di Bali Dwipa. Salah seorang Putra Hyang Pasupati yaitu Hyang Dewi Danu dalam bahasa Purana adalah Dewi Sri, Dewi Laksmi, Dewi Pratiwi, dan Dewi Basundari yang semuanya merupakan Abiseka Dasa Nama (mempunyai nama lain) Dewi Kesuburan, Dewi Kesejahteraan, dan Kewi Keberuntungan Sakti Dewa Wisnu (Dewa Wisnu merupakan Dewa Pemelihara Alam).





3.1 Kronologis Pembentukan Kaldera Batur

Gunung Bumbulan (bubulan, dungulan, penulisan), Gunung Payang, dan Gunung Abang menjadi satu dengan Gunung Batur Purba yang ketinggiannya mencapai 3500 mdpl. Amblasnya bagian kerucut yang membentuk kaldera satu, kira-kira 29.300 SM, dimana Gunung Abang berdiri sendiri dengan ketinggian lebih kurang 2.152 mdpl. Amblas kedua kalinya, kira-kira 20.150 SM, dimana kerucut Gunung Payang, kerucut Gunung Bumbulan/Penulisan membentuk undagan Kintamani.

Lama kelamaan muncul Gunung Kecil (anak Gunung Batur Purba) di tengah danau Batur berpucak Dua (pucak Kanginan dan pucak Kawanan). Maka dari itu desa Pekraman Batur ada dua Jero, yaitu Jero Gede Kanginan (dijabat oleh Jero Gede Duhuran Puri Kanginan), dan Jero Gede Kawanan (dijabat oleh Jero Gede Alitan Puri Kawanan).



Nama Gunung Sebelum Bernama Gunung Batur

1. Gunung Cala Lingga (Cala = tidak bergerak dan tidak dibuat oleh manusia; Lingga = Tempat abadi para Dewa)

2. Gunung Sinarata (Merata kena sinar matahari)

3. Gunung TampurHyang/Tempuh Hyang (Tanda Ida Betara dalam perjalanan yang digonggong (dipikul) oleh pamucangan)

4. Gunung Lebah (rendah)

5. Gunung Ederan (dikelilingi Bukit)

6. Gunung Lekeh (meingkar)

7. Gunung Sari (Inti/Utama)

8. Gunung Indrakila (dikelilingi Munduk)

9. Gunung Kembar (berpuncak dua)

10. Gunung Catur (Gunung berempat)

11. Gunung Batur (Gunung Dasar)


Catatan Meletusnya Gunung Batur

Berdasarkan isi lontar Raja Puranan Pura Ulun Danu Batur di Batur bagian Babad Pati Sora dijelaskan pada tahun Candra Sangkala :

  1. Angeseng Sasi Wak yaitu tahun Saka 110 (188 Masehi), Gunung Batur meletus
  2. Wang Sasi Wak yaitu tahun Saka 111 (189 Masehi), Gunung Batur meletus
  3. Tahun Saka 112 (190 Masehi), Gunung Teluk Biyu meletus
  4. Wedang Sumiranting, ksiti yaitu Tahun Saka 114 (192 Masehi), Gunung Batur meletus.
  5. Dari tahun 1804 – 2000 Gunung Batur meletus sebanyak 30 kali. Letusan yang paling dahsyat yaitu pada tanggal 2 Agustus – 21 September 1926 jam 23.00 WITA yang laharnya menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur. Dengan pertolongan pemerintah Hindia Belanda, para narapidana, serta Batun Sendi Ida Betara (Bayung Gede, Sekardadi, Bonyoh, Selulung, Sribatu, Buahan, Kedisan, Abang, Trunyan, dll) seisi Desa Batur dapat menyelamatkan diri. Termasuk pusaka-pusaka seperti Gong Gede, Semar Kirang bale Pelinggih Mamas-mamas (tombak Lerontek). Semuanya diselamatkan ke Desa Bayung Gede. Setelah pindah ke Di Desa Bayung Gede ini pernah di adakan Puja Wali sebanyak dua kali. Kemudian karena merasa telah aman, penduduk Desa Batur yang sementara mengungsi ke Desa Bayung Gede ingin kembali ke lokasi desa mereka kembali. Namun tidak diijinkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan alasan keselamatan masyarakat. Di tempat baru tersebut, yang disebut Kalanganyar, penduduk Desa Batur diberi lahan dengan ketentuan yang sudah berkeluarga sebanyak 3 are dan untuk Duda/Janda mendapat 1,5 are. Selama menghuni Kalanganyar, para penduduk Desa Batur tetap berupaya membagun kembali Pura Ulun Danu Batur di tempat semula. Setelah beberapa tahun, tepatnya pada bulan April 1935, dilaksanakan Ngusaba Kedesa untuk pertama kali di Pura Ulun Danu Batur yang baru tersebut.

Pada tahun 1963, 6 bulan setelah meletusnya Gunung Agung, terjadi kembali letusan Gunung Batur yang cukup besar. Korban jiwa pada saat itu tidak ada. Letusan ini kembali menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur. Sehingga semua penduduk mengungsi dan pindah desa ke lokasi desa Batur sekarang ini.

Ada cerita menarik yang disampaikan oleh Jero Gede Alitan Puri Kawanan, yaitu pada saat lahar mau memasuki desa Batur, lahar tersebut berhenti. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk menyelamatkan barang-barang mereka. Bahkan ada yang sempat memanen bawang di ladangnya terlebih dahulu. Setelah semua barang-barang dan hasil kebun mereka selamat, lahar yang tadinya berhenti bergerak kembali menuju arah desa sampai menimbun seluruh desa tersebut.

Setelah pindah desa tersebut, kecuali terkena debu, sampai saat ini tidak pernah terkena dampak langsung dari letusan Gunung Batur.
Judul: Sejarah Gunung Batur-Bali
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
DUNIA MAYA

MAJALAH DEWASA

Artikel Terkait Lainnya :



Belum ada komentar untuk "Sejarah Gunung Batur-Bali"

Posting Komentar